yang mana? 04:55

siang yang panas di suatu persimpangan
hati menoleh kanan, kiri
antara benci dan kasih
memilih
antara dendam dan maaf
tersangkut tanya
antara luka dan pulih

merinding karena sengat matahari
menjalari tulang, panas!
hati lelah
dan jalan yang harus ditempuh buat hati tersiksa
yang mana?

kulit hati mulai terbakar
terpojok oleh keadaan, atau pilihan?
yang inikah?

semakin diulur semakin perih rasanya
hati menjejak pada tanah kebencian
dan dendam, luka
memilih jalan yang hati pikir wajar
ya, ini wajar

semakin dijejak, semakin perih rasanya
hati berdiam dan merenung
sempat malu
namun memilih berbalik
pada kasih, maaf, serta pemulihan

buat hati bingung karena
sejuk
tiba-tiba
nyaman

lalu,
jalan yang mana?

Seikat Pelangi 05:50

Pelangi sedang turun ke bumi. Dikirim langsung oleh Pujaan Hati. Sang perempuan duduk dengan gembira, menggenggam seikat pelangi. Lalu Pujaan Hati bernyanyi dan sang perempuan mendengar sambil tersenyum-senyum.

Ini nyanyian-Nya:

Seikat pelangi, untukmu
berbagai warna

merah muda, sebagai perona pipimu
Aku akan membuatmu selalu tertawa, membuat pipimu merah merona
ini warna istimewa, tanda cinta

kuning cerah, masa depanmu
hanya bersama-Ku
ini janji, Aku tidak bohong

hijau muda, hari-hari sejuk kita berdua
Aku tidak akan lupa atau meninggalkanmu
bahkan saat kau lupa pada-Ku, aku tetap menunggu

biru, kesukaanmu
tentang penghiburan, saat kau merasa kelam

Aku merangkainya dengan daun jingga dan batang keemasan
warna yang cocok untuk matamu yang akan melihat banyak hal menakjubkan

ini seikat pelangi, namun tidak akan pernah cukup mewakili cinta-Ku
ini seluruh cinta-Ku, Ku nyatakan dalam detak jantungmu

Kenangan 19:23

Jika kenangan adalah debu yang menempel pada sepatu, aku akan mengebaskannya, mencelupkannya dalam air, membuang sepatunya! Namun kenangan seperti tato, lekat! Sangat menyakitkan melepasnya. Mungkin bisa, namun berbekas…


Hampir setiap malam Je mengingatnya. Pagi datang dan Je duduk bersandar, mengingat mimpinya. Ayah datang membawa es krim coklat kesukaan Je. Mereka berpelukan, Ayah mengecup keningnya, membelai rambutnya. Je melihat vas bunga yang pecah dikaki Ibu. Ayah membentak, Ibu menangis, Je menangis. Ayah membanting pintu, sejak itu Je tidak lagi melihat Ayah muncul di pintu. Semua gambar itu datang dalam malam-malam Je, dan Je membenci malam-malamnya.

Tentu saja Je punya banyak kenangan yang menyenangkan, yang indah bagi perempuan. Namun jika seluruh kenangan baiknya harus hilang, asalkan kenangan yang muncul dalam malam-malamnya ikut hilang, Je rela, rela bahkan jika Je tidak lagi punya kenangan…

Aku bersandar pada pohon masa, membiarkan kenangan gugur dan menimbunku. Jika kenangan adalah es yang lumer dan menetes pada jariku, mudah saja membersihkannya… Namun kenangan seperti rama-rama yang melekat pada cahaya, demikian perempuan dengan kenangannya, sulit lepas, bergantung, mengingat, teringat.

Setiap kali Je melihat es krim coklat, Je teringat Ayah. Setiap kali Je melihat pintu, Je membenci Ayah. Hal-hal manis yang dahulu, kini menjadi pahit. Je hidup dalam kenangan, tidak ada hari ini atau hari depan…

Waktu, mengapa kau membenciku? Kau jadi sahabat yang baik bagi banyak orang, tapi kenapa tidak untukku?

Malam tiba, kenangan mengalir dari mata Je, menggenang pada bantalnya…


Epilog: Lima, sepuluh, dua puluh tahun lagi, apa yang akan kita kenang? Yang sekarang kita lakukan, katakan, kerjakan, adalah kenangan untuk hari depan. Doa orang benar besar kuasanya bukan? Maka hari lalu yang menyakitkan bukannya tak mungkin untuk kita kenang dengan senyuman… Lagipula, Yesus sanggup memulihkan hati yang hancur. Nanti, saat hendak menutup mata, dengan senyuman kita akan mengenang hari-hari bersama Yesus. Jadi, ini saat yang sangat baik untuk membuat kenangan bersama Yesus, bukan?

Tuhan duduk di pinggir jendela 23:42

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Kami menghitung tetes hujan yang turun rapi dari langit. Merasakan hembus angin, menertawakan rambut kami yang berantakan.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Kami bersenandung kecil, senandung yang kami karang sendiri. Ia menghembuskan napas ke jendela yang basah, kemudian menulis namaku dengan jari-Nya. Aku menghembuskan napas ke jendela yang basah, kemudian menulis nama-Nya dengan jariku. Kami menggambar satu hati, dekat di nama kami.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Ia menceritakan kisah-kisah lucu. Kami tertawa, sementara di luar hujun turun dengan rapi.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Dalam diam, tangan kami saling menggenggam.

Masih tentang laki-laki. 01:28

Berhari yang lalu saya mencari namanya di facebook (yang belum pernah saya lakukan sebelumnya). Saya melihat fotonya, satu album bersama seorang perempuan (yang menurut saya gak cantik-cantik amat :P). Foto itu diupload kurang dari setahun lalu. Satu foto: dia mengecup pipi sang perempuan.

Tidak ada marah. Tidak ada kesal, atau air yang menetes ke pipi. Saya melanjutkan tugas saya, tik tik tik di depan laptop sambil mendengarkan lagu-lagu favorit. Hanya mood yang sedikit berganti, tidak seceria sebelum saya melihat foto-fotonya.


Dia tetap tampan, namun tidak lagi membuat detak jantung berantakan.


Saya ingat. Ingat sekali. Dulu tingkah saya aneh karena rasa. Tapi kini, ketika saya menutup mata dan mencari-cari rasa itu kembali, saya tidak menemukannya. Saya ingat dampaknya, tapi tidak penyebabnya.

Saya lega :).

Aku Tidak Tahu Judul yang Tepat. Aku Hanya Mengadu. 03:22

Tidak pernah sekalipun, aku merindu. Tidak pada wajah, kata, segala tentangmu. Menyebut namamu dalam doaku, adalah hal yang melelahkan.

Mana kutahu tanggal lahirmu! Kita berbincang saja, itu langka. Jangan kesal karena aku tidak memberi kado. Kau kan juga tidak beri aku kado.

Simpan saja senyum kita. Mulutku pegal untuk terus senyum sementara hatiku mengerut. Aku tidak suka basa-basi, terutama denganmu, tapi toh kita lakukan juga. Aku tahu kau tidak mau bicara lama-lama, aku juga sama. Aku masuk kamar saja, tidur.

Menyebut namamu dalam doaku, itu susah. Hati dan pikir menyerang aku, sepakat ’tidak’ untuk namamu. Aku mencoba tulus, menyebut namamu dengan tulus. Aku mencoba...

Tuhan, apakah doa ini akan berlangsung lama sekali? Ya atau tidak, tolong topang aku. Aku ingin sekali ini genap, bagi ibu dari keponankanku.

Untuk Keponakan Sayang 22:48

Pagi ini aku bangun dengan setumpuk rindu. Berkali mimpi tentangmu. Kamu belum bisa baca, jadi dengar saja...


Keponakan sayang, apa kabar? Aku kangen...
Sudah beratus kali turun hujan, jari kita tidak saling bertautan. Apa kamu sudah bisa bicara? Terakhir kali, kamu hanya teriak-teriak dengan bahasa yang lucu. Apa larimu sudah kencang? Terakhir kali, kamu menyelinap masuk ke kamarku.

Keponakan sayang, ingat aku kan? Aku tantemu, bukan sekedar orang asing yang gemar mencubit pipimu. Ingat aku kan? Aku saja ingat kamu, masa kamu tidak? Aku saja selalu rindu, apa kamu juga?

Keponakan sayang, suatu nanti, aku akan membawamu ke gereja. Mungkin kita akan dimarahi, biar saja! Kemudian kita akan menulis nama Tuhan yang tercinta dengan krayon pink. Menggambar pelangi dan bunga-bunga, memenuhi buku gambarmu, yang kita gambar spesial untuk Tuhan.

Bila malam tiba, aku bersyukur. Akhirnya dapat bertemu kamu di mimpi. Ingat, aku tantemu, bukan orang asing! Saat ku peluk nanti, entah nyata atau mimpi, tolong jangan lari. Aku bukan orang asing...