Kenangan 19:23

Jika kenangan adalah debu yang menempel pada sepatu, aku akan mengebaskannya, mencelupkannya dalam air, membuang sepatunya! Namun kenangan seperti tato, lekat! Sangat menyakitkan melepasnya. Mungkin bisa, namun berbekas…


Hampir setiap malam Je mengingatnya. Pagi datang dan Je duduk bersandar, mengingat mimpinya. Ayah datang membawa es krim coklat kesukaan Je. Mereka berpelukan, Ayah mengecup keningnya, membelai rambutnya. Je melihat vas bunga yang pecah dikaki Ibu. Ayah membentak, Ibu menangis, Je menangis. Ayah membanting pintu, sejak itu Je tidak lagi melihat Ayah muncul di pintu. Semua gambar itu datang dalam malam-malam Je, dan Je membenci malam-malamnya.

Tentu saja Je punya banyak kenangan yang menyenangkan, yang indah bagi perempuan. Namun jika seluruh kenangan baiknya harus hilang, asalkan kenangan yang muncul dalam malam-malamnya ikut hilang, Je rela, rela bahkan jika Je tidak lagi punya kenangan…

Aku bersandar pada pohon masa, membiarkan kenangan gugur dan menimbunku. Jika kenangan adalah es yang lumer dan menetes pada jariku, mudah saja membersihkannya… Namun kenangan seperti rama-rama yang melekat pada cahaya, demikian perempuan dengan kenangannya, sulit lepas, bergantung, mengingat, teringat.

Setiap kali Je melihat es krim coklat, Je teringat Ayah. Setiap kali Je melihat pintu, Je membenci Ayah. Hal-hal manis yang dahulu, kini menjadi pahit. Je hidup dalam kenangan, tidak ada hari ini atau hari depan…

Waktu, mengapa kau membenciku? Kau jadi sahabat yang baik bagi banyak orang, tapi kenapa tidak untukku?

Malam tiba, kenangan mengalir dari mata Je, menggenang pada bantalnya…


Epilog: Lima, sepuluh, dua puluh tahun lagi, apa yang akan kita kenang? Yang sekarang kita lakukan, katakan, kerjakan, adalah kenangan untuk hari depan. Doa orang benar besar kuasanya bukan? Maka hari lalu yang menyakitkan bukannya tak mungkin untuk kita kenang dengan senyuman… Lagipula, Yesus sanggup memulihkan hati yang hancur. Nanti, saat hendak menutup mata, dengan senyuman kita akan mengenang hari-hari bersama Yesus. Jadi, ini saat yang sangat baik untuk membuat kenangan bersama Yesus, bukan?

Tuhan duduk di pinggir jendela 23:42

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Kami menghitung tetes hujan yang turun rapi dari langit. Merasakan hembus angin, menertawakan rambut kami yang berantakan.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Kami bersenandung kecil, senandung yang kami karang sendiri. Ia menghembuskan napas ke jendela yang basah, kemudian menulis namaku dengan jari-Nya. Aku menghembuskan napas ke jendela yang basah, kemudian menulis nama-Nya dengan jariku. Kami menggambar satu hati, dekat di nama kami.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Ia menceritakan kisah-kisah lucu. Kami tertawa, sementara di luar hujun turun dengan rapi.

Tuhan duduk di pinggir jendela, bersamaku. Dalam diam, tangan kami saling menggenggam.

Masih tentang laki-laki. 01:28

Berhari yang lalu saya mencari namanya di facebook (yang belum pernah saya lakukan sebelumnya). Saya melihat fotonya, satu album bersama seorang perempuan (yang menurut saya gak cantik-cantik amat :P). Foto itu diupload kurang dari setahun lalu. Satu foto: dia mengecup pipi sang perempuan.

Tidak ada marah. Tidak ada kesal, atau air yang menetes ke pipi. Saya melanjutkan tugas saya, tik tik tik di depan laptop sambil mendengarkan lagu-lagu favorit. Hanya mood yang sedikit berganti, tidak seceria sebelum saya melihat foto-fotonya.


Dia tetap tampan, namun tidak lagi membuat detak jantung berantakan.


Saya ingat. Ingat sekali. Dulu tingkah saya aneh karena rasa. Tapi kini, ketika saya menutup mata dan mencari-cari rasa itu kembali, saya tidak menemukannya. Saya ingat dampaknya, tapi tidak penyebabnya.

Saya lega :).