Ketika Es Tak Ingin Bersama Api 01:04

Catatan Harian.

Kutub selatan merupakan tempat yang paling menggiurkan, membuat kaki saya seakan bergetar. Tak sabar rupanya menjejak di sana seakan daya magnetnya menarik dan menarik begitu kuat. Lalu saya akan berbincang dengan para penguin dan sekelompok singa laut berkulit licin . Saya bicara, mereka bicara. Saya mengangguk, mereka mengangguk. Kami tidak saling mengerti bahasa, tapi itulah yang terbaik sehingga saya tak menyakiti dengan kata-kata dalam bahasa saya, dan mereka tak menyakiti dengan kata-kata dalam bahasa mereka. Saya akan menangis dan mereka akan diam saja. Saya akan mengutuk dan mereka akan mengangguk-angguk sambil makan ikan. Tapi ini yang terbaik. Para penguin berenang. Para singa laut duduk-duduk di atas karang es. Saya terbaring diselimuti salju. Kami sama-sama punya kesibukan dan tak terlalu peduli dengan aktivitas yang lain. Benar-benar ini lah yang terbaik. Walau sehari, saya ingin ke kutub selatan. Setelah itu bila saya pulang dan kembali saling mengerti bahasa, saya tak peduli! Saya mau ke kutub selatan!

Bertanya-tanya kenapa saya ingin ke sana? Karena di bagian bumi yang saya jejak terasa panas membakar. Saya ini es, maka saya tidak cocok dekat-dekat api. Saya dingin dan rapuh, saya ini es, ingat? Jentikkan sedikit api ke hati saya, dan saya akan meleleh. Butuh waktu lama untuk membuat tetesan-tetesannya kembali menjadi es, bukan?

Ahh, sedikit saja api-api menyakiti saya, saya akan menetes, terus, terus dan terus. Mereka jahat pada saya, mereka menakut-nakuti saya. Saya mengerti bahasa mereka, dan mereka mengerti bahasa saya, tapi kami tidak saling memahami. Namun saya benar-benar tidak peduli!

Saya tidak mau menjadi pembuat onar. Saya tidak mau menjadi pengadu. Saya tidak mau menjadi ilalang di antara bunga-bunga musim semi, yang merusak keindahan dan akhirnya dicabut, dibuang! Para api sangat mempesona, punya kuasa yang banyak, sangat banyak. Saya mengagumi para api, tapi para api jahat kepada saya. Loh, loh, mengapa saya jadi peduli???

Sebagai es yang rapuh, saya juga labil. Suasana yang tidak mendukung membuat saya naik turun. Kadang suhu saya jauh di bawah nol, kadang mendekati nol. Walaupun suhu saya kurang dingin, saya tetap es. Es yang mencair.

Jadi saya ini peduli atau tidak peduli? Saya ini kan labil, jadi saya bisa pilih-pilih kapan saya mau peduli atau tidak. Jangan coba-coba menasehati saya! Saya benci nasehat, saya bosan dengan kata-kata manis bak kembang gula! Para api menunjuk saya dengan telunjuk mereka, ada juga yang membelai-belai kepala saya. Tapi intinya sama, saya ini kecil dan mereka besar. Saya ini salah dan mereka benar. Saya ini lemah dan mereka kuat.

Mengapa saya menjadi es, wahai Pencipta? Mengapa saya menjadi es di musim panas? Yang dicipta memang tak pantas bertanya kepada sang Pencipta, mengapa ia menjadi ini atau itu. Tapi tolong berikan saya satu alasan. Mengapa saya harus bertahan?

Para api menyakiti saya dengan bahasa mereka. Kadang-kadang saya sedikit berguna, maka mereka sedikit menghargai saya. Tapi saya tidak mau sedikit penghargaan, saya mau banyak kasih sayang!

Ooh Yang Maha Kuasa, mengapakah saya jadi begini? Apa yang telah saya katakan? Apa yang telah saya pertanyakan? Mengapa saya peduli pada para api, tapi tidak kepada Mu?

Untuk siapakah ini semua? Seluruh usaha dan pikiran juga hati dan hidup saya? Benarkah untuk para api? Waktu yang sangat lama untuk menyadari, bahwa saya hanya menyenangkan para api. Para api yang membuat saya sedih.

Bapa, jika saya mengingat Mu, maka luluhlah hati saya. Engkau mengerti dan memahami bahasa saya. Engkau berbicara dengan bahasa kasih. Kadang saya tidak mengerti, juga tidak memahami, karena saya menyimpan amarah yang begitu kuat pada para api.

Ya Bapa, tidaklah saya terlalu peduli lagi pada apa yang mungkin para api lakukan dan katakan pada saya di kemudian hari. Tapi saya peduli pada apa yang Engkau katakan dan lakukan pada saya. Saya bertahan karena Mu, dan saya akan bertahan untuk Mu. Biar es menjadi pendingin bagi api, hingga terjadi harmonisasi yang menciptakan kesejukan, bagi kemuliaan Mu.

Saya masih ingin ke kutub selatan, hanya sebentar, benar-benar sebentar. Hanya melambaikan tangan kepada para penguin dan singa laut berkulit licin, lalu saya akan kembali ke musim panas dan tidak lagi mengangankan salju.

2 comments:

tukangbakmi said...

Baca 3 kali baru ngerti dikit maksudnya apa, tapi dari pertama baca emosinya udah kerasa.Gw mesti belajar nih cara mencurahkan emosi ke tulisan.
^^ Cerita yang bagus.....

Kupu-kupu said...

emm, abang tukang... saya harus seneng ato berduka cita ya? baca 3 kali baru ngerti? DIKIT pula?!! *terduduk lemas

makasai abang tukang ^^

Post a Comment