Aku, Yang Baru 00:45

Cerpen.

Jendela kamarku bergetar saat aku membanting pintu kamar dengan rasa kesal yang tak tertahankan lagi. Bantal mickey mouse ku pakai sebagai peredam tangisku. Sebenarnya aku dapat menangis sepuasnya, sekerasnya, sampai aku mual, berguling dari satu pojok ke pojok yang lain dalam kamar ini. Tapi aku sudah terbiasa menangis dalam diam, bahkan saat tak ada seorang pun dalam rumah ini. Aku terbiasa sendiri, itu menjadi bagian hidupku.

Setelah minum empat gelas air putih, aku merasa lebih baik. Namun, rasa kesal dalam hatiku tak juga hilang. Meyna, teman yang dahulu kuanggap bak malaikat , lagi-lagi membuatku muak! Saat pulang kuliah tadi, Meyna meminta Andrew untuk mengantarnya pulang. Dan Andrew dengan muka malu-malu, mengiyakannya. Segera saja ku tarik tangan Meyna, dan meminta penjelasannya di pojok tempat parkir. Tentang fotonya dan Andrew dalam dompet pinknya, tentang sms dari Andrew, tentang kebenaran gosip yang beredar kalau dia dan Andrew sudah jadian, bahkan Meyna sendiri yang menyatakan cinta! Lututku lemas saat Meyna dengan senyum di bibir mungilnya mengatakan padaku bahwa itu semua benar. Dia juga bilang bahwa ia menyesal. Menyesal karena Andrew memilihnya, menyukainya, bukan memilihku yang telah memendam rasa pada Andrew selama dua tahun ini!

Semua kesalahan dan kelicikan Meyna, tiba-tiba saja berdesing dalam otakku. Dia menumpahkan vanila latte di rok biru kesayanganku, menjiplak karya ilmiahku, mematahkan pensil mickey mouse milikku. Ingin sekali aku meninggalkannya sendiri di hutan Kalimantan, dan tertawa terbahak-bahak saat dia berteriak-teriak karena takut ulat-ulat pohon dan takut dicakar singa.

Setelah puas membayangkan hal-hal yang buruk pada Meyna, aku mulai berkhayal menjadi seorang gadis secantik Lisa, primadona kampusku. Aku bahkan membayangkan membawa BMW hitam mengkilat ke kampus seperti milik Jenny, dan otakku secerdas Via. Tidak, tidak, maksud ku lebih dari Lisa, Jenny, atau Via. Aku sangat mengagumkan dan banyak yang mengejarku. Dan Andrew memohon-mohon supaya aku jadi pacarnya, tapi aku akan pergi dengan orang lain, bahkan dengan wajah cantikku, aku pantang melihat Andrew.

Tak lama setelah itu, aku menyesali nasibku sebagai ”Vera Arliana”, gadis biasa, dengan kemampuan otak yang menyedihkan. Sebagai anak pertama dan memiliki tiga orang adik, aku di tuntut menjadi ”luar biasa” oleh papa dan mama. Aku sangat akur dengan adik-adikku, dapat dikatakan kami hampir tidak pernah berbicara. Siang sampai sore hari, mama biasa berkeliling untuk menjual baju-baju, yang hasilnya dipakai untuk membeli kosmetik, bahkan perhiasan untuk dirinya sendiri. Papa menghabiskan malam-malamnya di pos ronda, bermain kartu. Adik-adikku lebih sering berada di rumah tante, tiga blok dari rumah kami, daripada di rumah kecil ini.

Dan oh ya, kami keluarga Kristen. Kami pergi ke gereja setiap minggu, hanya tubuh kami yang pergi, otak dan hati kami berada di tempat lain. Aku pribadi tidak pernah benar-benar serius mengikut Tuhan. Papa dan mama akan meledak bila anak-anaknya tidak gereja, mereka bilang gereja itu rumah Tuhan, jadi sekali-kali kami harus mengunjungi Tuhan sebagai ucapan terimakasih karena telah memberi kami makan. Alasan sebenarnya : papa dan mama malu bila tidak gereja, karena Gembala kami adalah pemilik kontrakan rumah kami. Jadi, gereja hanya semata-mata rutinitas bagiku.

Aku benar-benar tidak habis pikir, bagaimana mungkin ada kisah yang semalang kisahku? Sakit hati dan amarah melebur menjadi kekecewaan yang sangat besar. Aku tidak berguna, aku menyedihkan dan kalah.

Aku belum pernah terpuruk seperti ini sebelumnya, Namun entah mengapa justru pada saat paling kelam inilah aku malah menyebut nama Yesus. Tidak ada kata lain selain “Yesus, Tuhan Yesus” dan air mataku terus mengalir. Lalu seakan-akan aku mendengar lagu-lagu gereja. Setelah beberapa jam, aku masih saja menangis, dan tiba-tiba saja aku bilang “aku percaya pada-Mu”.

Setelah itu, aku mulai sering membaca Alkitab. Mazmur menjadi favoritku. Awalnya aku ragu untuk ikut. ibadah pemuda-pemudi, tapi teman-teman gerejaku tak pernah putus asa mengajakku ikut persekutuan. Dan hey, ternyata ini menyenangkan. Aku mengikuti banyak KKR. Aku mulai belajar melayani, padahal awalnya aku sangat malu karena aku merasa tak mahir dalam bidang apapun, baik musik, olahraga, dan pemahaman tentang Alkitab pun terbatas. Tapi kak Meyla mengatakan padaku bahwa aku mempunyai talenta di bidang seni lukis dan kreativitas. Ya, aku memang senang menggambar, tak kusangka goresan-goresan tanganku terpampang di mading gereja. Kini aku menjadi koordiator mading dan buletin pemuda-pemudi sekaligus menjadi tim kreatif dalam banyak event gereja. Bahkan pernah satu kali aku ditawari untuk menjadi tim kreatif inti sebuah konser besar rohani di Senayan.

Perlahan-lahan aku mulai menyadari bahwa hidupku sangat diberkati Tuhan. Aku sedang menyelesaikan skripsiku dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 bahkan sebelum aku diwisuda! Hubunganku dengan papa dan mama semakin baik, aku juga semakin sering berkomunikasi dengan adik-adikku. Aku pun sedang belajar untuk mengampuni orang-orang yang pernah menyakiti hatiku. Ingin sekali aku minum vanila latte dengan Meyna dan melupakan kesalahan kami di masa lalu, tapi sayang, Meyna sudah pindah ke Lombok bersama keluarganya. Dan ah ya, Andrew sudah jadian dengan adik kelasnya. Aku masih single, tapi aku yakin dan percaya, Allah yang luar biasa sudah menyiapkan seseorang yang terbaik untukku.

Aku tidak selalu kuat. Kadang aku putus asa, merasa useless, bahkan hampir-hampir menyalahkan Tuhan. Aku masih bergumul tentang keluargaku agar kami dapat sungguh-sungguh menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kami. Banyak tantangan yang aku dan keluargaku alami dalam keseharian kami. Puji Tuhan, kami selalu dikuatkan dan diingatkan bila kami coba-coba keluar dari jalan Tuhan.

Tidak dapat kuungkapkan rasa syukurku dan cintaku pada Allah. Dia tidak membuatku menjadi orang yang biasa-biasa saja, tapi justru dalam kelemahanku, aku semakin melihat kemuliaan-Nya.

2 Korintus 12:9

Tetapi jawab Tuhan kepadaku : ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Ya Tuhan, saat Kau yang mengangkatku, takkan ada yang dapat merendahkanku. Aku percaya itu, karena aku pun telah mengalaminya.

0 comments:

Post a Comment